indah wajahmu kembali menyeruak di istana hitam langitku
ada cerita yng tertinggal di seberang waktu yang berlalu
ada cinta mengalir seperti sungai efraim
menapaki sisa hidupku bertarung dengan langkahku
mengangkat kepalaku tegak berdiri berharap kembali menemukanmu
demi negeri bersama kawanan para ksatria terjaga di fajar mentari
di hadapan para banteng yang matanya merah menyala
dibunuh atau membunuh
senyummu dikala itu seperti salju yang membuka pikiranku
tatapanmu bangkitkan gairah hidupku untuk keluar dari jurang yang dalam
dan tutur katamu layaknya seorang putri
dibalik jubahmu tersimpan dilemari hiasmu
berjalan di lorang lorong rumahku dengan nama yang lain
ada cinta menggantung seperti buah apel yng terlihat meanawan
pancarkan lapar yang dalam
melompat untuk meraihmu
ada kebodohan yang membawa kisah cinta
memelukmu di rerumputan hijau
menciummu di balik putih bersih tubuhmu
kita bermain dengan takdir
dan takdir yang membawaku kemari
apa yang dinamakan medan perang
mati demi negeri adalah pahlawan
kami adalah orang orang kenangan
hanya diingat setahun sekali
kaum terbuang diantara kehormatannya di gadai kemiskinan
aku pemuda dari siantar
anak seorang buruh jahit
puisi dan harapan adalah sahabat terbaiiku
biarkanlah puisi puisiku juga kan menjadi temanmu kekasihku
mati adalah akhlak semua yang hidup
setiap hari ada yang mati
ada yang tubuhnya terpisah dri raga
terdengar erangan yng tajam
begitu jg dengan diriku
aku tahu aku bisa berdiri karena doamu besertaku
aku berjanjikan kembali
sang kekasih......
memedu cinta di balik kelambu beruntaikan ilalang
tangisan anak kecil di tetekmu kekasih....
hingga mereka hidup damai tanpa ada perang
sambutlah aku dengan laksana sang pribadi
jangan sambut aku layaknya seorang pahlawan
karena tubuh sudah berantakan
darah mengucur di tubuhku
aku layaknya serigala yang kejam
membunuh siapa saja yang mengangkat pedang di depanku
aku tidak takut kekasihku..
aku tidak gentar meski musuh didepan beribu ribu
aku tidak akan kalah kekasih
semuanya kami pertaruhkan disini demi kedamaian kota
bila kami kalah kalian jugakan tergadai di buasnya dunia rimba
bila suatu saat nanti keranda besi berhenti di depan rumah
sang jendral hanya terbaring diam sedingin salju
jangan menangis kekasih....
cobalah hanya tersenyum....
biarkanlah semuanya menjadi sebuah sejarah
sejarah bangsa bangsa diambang kehancuran
kami yang dianggap hilang dan tergadai di rindu yang dalam
sang mempelai menanti di gerbang istana senyum laksana sang surgawi
aku pulang kerumah bapakku dan aku menanttimu disini
kami yang dianggap tidak ada
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar