dengan seribu kekalahan tlah kucampakkan sebuah penderitaan
terkembang di hati sanubari seribu peristiwa yang datang seperti malakiat malam
rasa benci terlahir bak singa di gurun sahara
membawa sebuah cerita tertanam di gersangnya kerakusan bangsa
menapaki satu persatu penderitaan anak bangsa
datang dan pergi begitu saja tanpa ada tanya
kita hanya mebisu tapi kita hanya tertawa kita tertawa di balik keangkuhan para penguasa
mengerti tapi hanya bisa terpaku satu persatu cerita baru bangkt kembali
langit masih membiru dengan sejuta hikmahnya
gelagak tawa sang malam kembali menyanyikan lagu duka
dibalik bukit terdengar rintihan seorang ibu hanya bisa memelukki
tubuh anaknya yg dingin
menahan lapar rimbunannya bukit bukit
hanya bisa memandang sinis seakan tidak menahu apayang terjadi
sombongnya layaknya seperti gembala yang berdiri diantara ribuan domba yg gemuk
berani bicara tentang kebaikan simpatik hanya sedetik saja
apakah itu yang kita cari
apakah kita tak punya otak
apakah kita kaum bodoh
sang raja bertapa di istana
banyak masalah yng membuat kita tertawa
banyak cerita di layar tv membuat kita berkomentar
sejuta alasan untuk membuktikan benar
di balik para aktor bergaji milyaran
berjas putih layaknya sang hakim
mencari kesalahan yang bisa untuk di perdebatkan
situan pintar hanya simpatik di balik kain lusuhnya
matanya memandang sinis seakan ingin meludah
pikirnya'' ada anjing di layar tv memperebutkan singasana''
situan bijaksana hanya berdiri seperti patung
tangan nya menggempal di balik jubahnya yang terkoyak
bisiknya di gerangan hatinya yg merah menyala
tuhan seandai saja aku bisa kemarin melanjutkan kuliahku
"aku akan selalu memberikan yg terbaik untuk bangsa ini hingga para anjing anjing itu menyesal untuk terlahir kembali di negeri ini"
hingga sang penyair pun terdiam diantara ribuan kata katanya
"biarkanlah tuhan yang langsung memberikan pembalasan pada mereka"
kita hanya berucap
kita hanya berbicara
kita hanya bisa memandang
kita hanyalah kita
kita terbaring dirantai jalanan
hanya bisa terdiam
hanya bisa melihat
dan hanya bisa terus tersenyum
tahun ke tahun mimpi mimpi anak bangsa di penggal oleh si tuan laknat
berdiri kaki kita di potong
menunjuk tangan kita di gerayangi
yang pintar diberi jebakan
yang adil terpenjara diruangan yang gelap hingga enggan untuk hidup kembali
sedangkan kejujuran hanya pialang yang terdiam dio selokan para kubah
bercerita langsung pada yang kuasa
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar